FILSAFAT ILMU
Dr. H Y Suyitno, M.Pd.
Buku "Ilmu Dalam Perspektif"
Jujun S. Suriasumantri
III. Kaidah-Kaidah Ilmu yang Masuk
Akal
W.M. Davis
IV. Fakta, Kepercayaan, Kebenaran,
dan Pengetahuan
Bertdand
Russell
Yusep Kurniawan
1720110002
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN
DASAR
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2017
A. Kaidah-Kaidah
Ilmu yang Masuk Akal
Suatu
Dongeng Tentang Pasang
Dalam suatu cerita bahwa ada seorang
pertapa yang tinggal di sebuah pantai yang sangat tekun mengamati pasang naik
dan pasang surut air laut. Dengan Kesabarannya, si pertapa mencatat jangka waktu
yang digunakan dua pasang naik. Kesimpulan yang dapat dia tarik dari
pengamatannya adalah Jangka waktu yang diperlukan dua pasang air laut adalah 12
jam 26 menit. Peristiwa air surut dan air pasang terjadi secara bervariasi dan
sistematis dalam waktu 14 hari.
Pada waktu yang bersamaan, pertapa
lainnya yang tinggal di sebuah gurun sedang melakukan pemikiran mendalam
terhadap gaya tarik bumi dan bulan. Sehingga pada akhirnya ia menyimpulkan
bahwa ketika bumi dan bulan melakukan gaya tarik-menarik, maka bulan
menghasilkan sistem deformasi bumi yang berkecenderungan permukaan bumi yang
dekat dengan bulan akan naik. Perputaran akan menyebabkan kenaikan tersebut
berlangsung dua kali dalam sehari atau dalam tiap 12 jam 26 menit.
Kemudian dia menganalisa bahwa andaikan beberapa bagian bumi ini terendam oleh
air, maka kekuatan deformasi ini akan menyebabkan air tersebut naik turun tiap
12 jam 26 menit dengan variasi tiap 14 hari dan perbedaan yang bergantian tiap
28 hari. Didorong oleh hasrat membuktikan kesimpulan dari pengamatan mereka,
maka kedua petapa ini pun pergi ketempat lain untuk mengamati lebih lanjut
objek yang sedang diuji kebenarannya.
Pengamatan,
Penemuan dan Deduksi
Di persinggahan kafilah-kafilah,
bertemulah pertapa tersebut dengan seorang penemu hipotesis, teori dan
penjelasan. Pertapa pertama menarik kesimpulan tentang pasang air laut melalui
pengamatan, karena dia tinggal dipantai. Sedangkan pertapa kedua sebenarnya
tidak mengetahui secara langsung, namun semua didasarkan pada keyakinannya.
Pengujian
Pada tahap ini hasil dari buah
pemikiran ketiga orang dalam dongeng dipersatukan oleh penonton. Penonton
tersebut mengatakan bahwa hasil pengamatan dari kedua petapa dan teori,
hipotesis dan penjelasan dari penemu memiliki hubungan yang sangat erat dan
saling berkaitan. Penjelasan yang masuk akal dan tidak bersifat kontradiktif
dengan pengetahuan ilmiah yang telah diketahuinya diikuti dengan verifikasi
secara empiris dan didukung dengan fakta-fakta dalam dunia fisik yang nyata
maka dia akan dipercaya. Oleh karena itu, untuk memastikan kebenaran dari semua
yang diturunkan oleh hipotesis tersebut, maka untuk menarik kesimpulan yang
mempunyai dasar yang kuat, maka pengujian secara empiris terhadap beberapa
pantai dalam durasi waktu yang lama harus dilakukan.
Empat Kaidah
Prosedur Ilmu
Dongeng di atas merupakan
tahap-tahap yang dilakukan dalam memperoleh ilmu pengetahuan. Tahap-tahap
tersebut adalah pengamatan, proses pemikiran, merumuskan hipotesis dan penarikan
kesimpulan dari hipotesis yang diajukan. Empat kaidah moral ini memberikan
penjelasan bahwa proses pencarian ilmu didasarkan pada penggunaan rasio (akal)
dan pengalaman.
Ketidaksempurnaan
Ilmu
Melakukan percobaan-percobaan dan
kadang kala melakukan kesalahan. Dari kesalahan-kesalahan ini akan terciptanya
berbagai pengalaman-pengalaman sebagai upaya untuk memperbaiki setiap kesalahan
yang ada. Buah pemikiran yang tercipta nantinya bukan pula suatu pengetahuan
yang kebenarannya hakiki. Karena kesimpulan pengetahuan hasil cipta manusia
sifatnya tidak permanen. Banyak kemungkinan-kemungkinan yang dapat menggugurkan
hasil temuan tersebut dengan temuan-temuan terbaru.
Dari pengalaman inilah kita bisa
berupaya untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada karena kita tahu bahwa
ilmu pasti tidak lepas dari ketidaksempurnaan. Dan sebenarnya kesempurnaan itu
terdapat pada kemampuan untuk mencapai suatu yang baru dan lebih bermakna dalam
rangka menggugurkan suatu pendapat yang sebelumnya sangat kita hargai. Oleh
karena itu ilmu tidak bersifat akhir maupun tidak mungkin salah. Ilmu adalah
pertumbuhan dan pertumbuhan itu jauh dari kata selesai.
Hakikat Berteori
Hakekat utama untuk berteori
disebabkan karena kemampuan pengamatan manusia yang terbatas. Dapat disadari
bahwa banyak fakta-fakta alam yang tak dapat diamati secara langsung, baik
karena gejala itu tak dapat kita tangkap, atau karena dimensinya sangat kecil,
maupun karena hal itu sudah lama terjadi dan tak terulang kembali. Namun jelas
bahwa semua gejala ini ada juga gejala lainnya yang dapat diamati. Jika kita
benar-benar ingin memahami alam, maka gejala-gejala yang secara langsung tidak
dapat kita tangkap dengan indera kita yang terbatas itu harus dijaring dengan
cara lain, dan cara yang biasa dilakukan adalah dengan berteori.
Fakta-fakta yang dapat diamati
dijaring oleh indera-indera sedangkan fakta-fakta yang luput dari tangkapan
indera akan terjaring oleh pikiran. Oleh sebab itu, penemuan hipotesis pada
dasarnya tidak lebih dari suatu usaha mental untuk membawa fakta-fakta tak
dapat ditangkap ke dalam suatu hubungan sebab akibat dengan fakta-fakta yang
dapat ditangkap.
Kepercayaan
Kepercayaan merupakan faktor yang
penting dalam usaha-usaha yang berani dalm menyelidiki fakta-fakta yang tak
tertangkap indera. Dalam hal ini, ilmu tidaklah berdiri sendiri dalam
membangun dunia yang tak terlihat sebagai pelengkap dunia yang tampak.
Usaha seperti ini telah dilakukan oleh kegitan-kegiatan yang bukan ilmu sejak
berabad-abad yang silam. Namun, sifat kepercayaan dalam kedua bidang ini
tidaklah serupa. Dalam bidang bukan ilmu, kepercayaan itu ganjil, fantastis,
tidak bertanggung jawab, dan tidak koheren. Sedangkan dalam bidang ilmu, ia
teratur, terkontrol, rasional, dam koheren. Kepercayaan terhadap mistis
merupakan contoh dari kepercayaan irrasional, sedangkan kepercayaan rasional
adalah mengenai kepercayaan adanya gravitasi.
Skema Siklus
Geografi
Perubahan-perubahan dari siklus
geografis terjadi sangat lambat, sehingga mereka tidak dapat diikuti melainkan
hanya dapat dibayangkan. Mengapa kita dapat mepercayainya? Hal ini disebabkan
oleh dasar yang sangat sederhana, yakni bahwa hanya dengan jalan mempercayai skema
itu maka kita dapat menghubungkan fakta-fakta yang sekarang kita lihat, baik
anorganis maupun organis,dalam suatu kerangka yang beralasan dan masuk akal.
Hakekat
Pembuktian Keilmuan
Hakikat sebenarnya dari pembuktian
keilmuan adalah menyadari bahwa kesimpulan yang yang ditarik tidak terbukti
secara mutlak; hanya percaya bahwa pernyataan tersebut mempunyai peluang besar
untuk benar.
Sifat yang mencirikan semua kegiatan
keilmuan yang menyebabkan sebuah kesimpulan berhak disebut keilmuan adalah
sifak masuk akal, yakni semangat untuk menyelidiki secara bebas. Dimana tak
terdapat pernyataan apapun yang diterima tanpa pengkajian yang seksama, dimana
kesimpulan yang ditemukan harus dijelajah kemana pun dia mengarah, dan
kesimpulan sebelumnya akan dirubah jika ditemukan fakta-fakta yang tidak sesuai
dengan kesimpulan tersebut.
B. Fakta,
Kepercayaan, Kebenaran, dan Pengetahuan
Fakta
Fakta adalah apa yang membuat pernyataan itu benar
atau salah. Fakta adalah sesuatu yang ada dan seseorang menyatakan suatu fakta
jika itu merupakan suatu kebenaran. Fakta adalah bebas dari kemauan kita.
Kepercayaan
Percaya adalah sikap dan sifat, membenarkan sesuatu,
atau menganggap sesuatu sebagai benar. Kepastian adalah sikap mental atas dasar
keyakinan bahwa ada kebenaran, tetapi kebenaran yang diselidiki sendiri.
Adapula kemungkinan bahwa orang memunyai keyakinan akan kebenaran bukan karena
penyelidikkan sendiri, melainkan atas pemberitahuan pihak lain. Kepercayaan itu
adalah anggapan atau sikap mental bahwa sesuatu itu benar. Arti lain dari
kepercayaan adalah sesuatu yang diakui sebagai benar. Kita tidak bisa
membayangkan manusia dapat hidup tanpa kepercayaan apapun baik dalam arti yang
pertama maupun dalam arti yang kedua.
Kebenaran
dan Kesalahan
Kebenaran adalah suatu sifat dari kepercayaan, dan
diturunkan dari kalimat yang menyatakan kepercayaan tersebut. Kebenaran adalah
hubungan anata kepercayaan dengan suatu fakta atau lebih di luar kepercayaan.
Apabila fakta tersebut ada maka akan membuktikan bahwa kepercayaan itu benar.
Fakta tersebut merupakan suatu “pembuktian” dari suatu kepercayaan.
Kebenaran dapat dikatakan benar apabila terdapat
sebuah fakta. Kepercayaan adalah benar sejauh hal tersebut mempunyai kesamaan
dengan fakta. Setiap kepercayaan yang tidak semata-mata merupakan dorongan
untuk bertindak pada hakekatnya merupakan gambaran, digabung dengan suatu
perasaan yang mengiakan atau menidakan; di mana dalam perasaan yang mengiakan
hal ini adalah benar bila terdapat fakta yang menggambarkan kesamaan dengan
yang diberikan prototipe terhadap bayangan, sedangkan dalam hal perasaan yang
menidakan, ia adalah benar bila tak terdapat fakta seperti itu. Suatu
kepercayaan yang tidak benar
Pengetahuan
Pengetahuan adalah suatu subkelas dari kepercayaan
yang benar. Seseorang mempercayai sesuatu yang benar tetapi belum tentu yang
benar tersebut merupakan suatu pengetahuan. Namun setiap hal mengenai
pengetahuan merupakan hal mengenai kepercayaan yang benar.
Tiga cara dalam mendefinisikan pengetahuan, yakni 1)
dengan menitik beratkan pada konsep tentang bukti yang pasti (self-evident), 2) melenyapkan perbedaan antara premise dari
kesimpulan, dan menyatakan bahwa pengetahuan merupakan kepercayaan yang
seluruhnya bersifat koheren, 3) meninggalkan sama sekali konsep tentang
“pengetahuan” dan menggantikannya dengan “kepercayaan-kepercayaan yang
mendorong sukses” (Descartes Hegel, dan Dewey).
Teori koherensi dan teori instrumentalisme dikemukakan
oleh para pendukungnya sebagai teori “kebenaran”. Namun Suriasumantri
menganggap itu tidak sebagai teori kebenaran tetapi sebagai teori pengetahuan.
Hakekat pengetahuan adalah bersifat derajat. Derajat
tertinggi ditemukan dalam fakta persepsi, dan dalam keyakinan yang diberikan
oleh argumentasi yang sangat sederhana.
Daftar Pustaka
Suriasumantri, Jujun S. 2003. Ilmu dalam
Perspektif. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
No comments:
Post a Comment