"Korupsi Triliunan vs. Keringat Rakyat: Ketika Keadilan Hanya Mimpi" - Yusep Kurniawan

Breaking

Sunday, March 9, 2025

"Korupsi Triliunan vs. Keringat Rakyat: Ketika Keadilan Hanya Mimpi"


Di negeri ini, angka-angka dalam laporan korupsi semakin mencengangkan. Ratusan triliun rupiah raib, dikorupsi oleh segelintir orang yang diberi amanah untuk mengelola negara. 


Sementara itu, di sudut-sudut kota, pedagang asongan masih berkeliaran hingga larut malam, berjuang menjual air mineral atau gorengan demi sesuap nasi. 


Anak-anak gelandangan yang seharusnya berada di bangku sekolah malah mengemis di perempatan jalan, meminta recehan dari kaca mobil yang tertutup rapat.


Kesenjangan yang Kian Menganga

Ketimpangan ini begitu nyata. Di satu sisi, para koruptor bisa menikmati hidup mewah, memiliki rumah megah dan aset di berbagai negara. Di sisi lain, rakyat kecil harus berjuang dari pagi hingga malam hanya untuk bertahan hidup.


Bagi para pedagang asongan, setiap rupiah yang mereka dapat adalah hasil dari keringat dan kerja keras. Mereka berjualan tanpa kepastian, sering diusir dari trotoar atau ditegur aparat. 


Sementara itu, bagi para koruptor, uang negara yang seharusnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat justru mereka tilap tanpa rasa malu.


Anak-Anak yang Terampas Masa Depannya

Lebih menyedihkan lagi, anak-anak gelandangan yang seharusnya menikmati pendidikan malah hidup di jalanan. Mereka mengemis, membawa kaleng atau tisu, berharap ada pengendara yang iba. 


Mereka tidak meminta banyak, hanya beberapa ribu rupiah agar bisa makan hari itu. Sementara itu, pejabat yang korup malah menimbun harta yang tak akan habis tujuh turunan.


Di Mana Hati Nurani?

Ketika para pejabat tertawa di atas meja perundingan atau menghadiri pesta mewah, ada jutaan rakyat yang masih berjuang untuk bertahan hidup. 


Perbedaan ini bukan lagi sekadar angka statistik, tetapi luka sosial yang terus membesar.

Reformasi, janji-janji politik, hingga kampanye pemberantasan korupsi sering kali hanya jadi retorika. Yang kaya makin kaya, yang miskin makin terpinggirkan. 


Sampai kapan negeri ini akan terus seperti ini? Sampai kapan keadilan hanya menjadi slogan tanpa makna?


Rakyat sudah terlalu sering dikecewakan. Namun, harapan tetap ada pada mereka yang masih punya hati nurani, yang berani melawan ketidakadilan, dan yang tidak menjadikan kekuasaan sebagai alat untuk menindas.


"Sudut Pandang Pena"

No comments:

Post a Comment