Pelaksanaan asesmen perlu menjadi bukti pembelajaran yang bermakna, yang mampu membantu siswa menumbuhkan potensinya. Untuk mencapai itu, guru perlu mengenal dan memahami pola pikir bertumbuh dalam perencaan tindak lanjut asesmen.
Pola pikir bertumbuh atau growth mindset digagas oleh Carol S. Dweck dari Standford Univesity. Menurutnya jenis pola pikir pada manusia ada dua, yaitu Fixed dan Growth. Fixed Mindset menurutnya merupakan jenis pola pikir individu yang menilai bahwa kemampuan, baik potensi, kecerdasan, karakter, atau kualitas diri seseorang sudah ditentukan sejak lahir, sedangkan Growth Mindset merupakan jenis pola pikir yang mempercayai bahwa kemampuan atau kualitas individu dapat terus bertumbuh melalui usaha dan strategi (Dweck, 2016).
Menurut Sawitri (2017) Growth Mindset mengacu pada pola pikir bertumbuh meyakini semua pencapaian akan mudah terwujud dengan usaha keras. Sementara Fixed Mindset mengacu pada pola pikir tetap yang menganggap bahwa keberhasilan, kepintaran, kesuksesan merupakan sesuatu yang sudah ada dalam diri seseorang dan bukan atas usaha.
Seseorang yang memiliki pola pikir bertumbuh (growth mindset) berkeyakinan bahwa kecerdasan dan bakat dapat dikembangkan seiring berjalannya waktu, usaha, dan belajar yang diikuti kesungguhan dan ketekunan. Sementara orang yang memiliki pola pikir tetap (fixed mindset) berkeyakinan bahwa kecerdasan dan bakat bersifat tetap tidak bisa berubah.
Penerapan pola pikir bertumbuh dalam asesmen diharapkan membangun kesadaran bahwa proses pencapaian tujuan pembelajaran lebih penting daripada sebatas hasil akhir. Dalam menerapkan pola pikir bertumbuh, ada 7 (tujuh) hal yang perlu diperhatikan.
Pertama, Kesalahan dalam belajar itu wajar, jika diterima, dikomunikasikan, dan dicarikan jalan keluar, maka kesalahan akan menstimulasi perkembangan otak murid. Guru perlu memahami bahwa kesalahan merupakan kesempatan murid untuk belajar lebih banyak lagi. Bukan menyalahkan, namun guru perlu memberitahu di mana letak kesalahan yang dilakukan murid dan mencari solusi bersama. Melalui proses tersebut, murid berkesempatan untuk belajar dari kesalahan-kesalahan, dan mestimulasi rasa ingin tahu murid agar dapat memperbaiki kesalahannya.
Kedua, Belajar bukan tentang kecepatan, tetapi tentang pemahaman, penalaran, penerapan, serta kemampuan menilai dan berkarya secara mendalam. Setiap anak unik dan memiliki prosesnya sendiri-sendiri untuk mencerna dan memahami sebuah konsep. Bukan memaksa semua murid memahami materi dalam waktu bersamaan, guru seharusnya memberikan waktu yang cukup kepada murid untuk mengeksplorasi dan memahami pelajaran sesuai dengan kecerdasan mereka. Guru juga perlu mendampingi murid untuk terus-menerus mencoba. Guru perlu percaya, bahwa tidak ada murid yang tidak bisa. Mereka hanya butuh waktu. Semakin sering murid mencoba, maka akan semakin mahir.
Ketiga, Ekspektasi guru yang positif tentang kemampuan murid akan sangat mempengaruhi performa murid. Guru perlu memahami bahwa otak kita seperti otot, begitupun dengan para murid. Semakin sering dilatih, maka akan semakin kuat. Sehingga semakin banyak kesempatan dan stimulus positif yang diberikan kepada murid, semakin kuat pemahaman, penalaran dan kemampuan yang akan mereka miliki.
Keempat, setiap anak unik, dan memiliki cara-cara khusus untuk belajar sesuai dengan bakat atau kecerdasan bawaan yang dimiliki. Alih-alih menyamaratakan proses belajar murid, guru perlu memahami bahwa, kecerdasan murid bersifat multi dimensional, unik dan tidak bisa disamaratakan. Hindari membandingkan satu murid dengan murid lainnya.
Kelima, pengkondisian lingkungan belajar baik fisik maupun psikis akan mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Lingkungan belajar yang nyaman akan meningkatkan kemampuan belajar anak. Saat anak merasa aman dan nyaman belajar baik di rumah atau di sekolah, pelajaran yang disampaikan akan lebih mudah diterima dan dicerna. Sebelum menilai pembelajaran guru perlu memastikan murid merasa aman dan nyaman, dan bebas dari segala bentuk kekerasan (baik kekerasan fisik maupun psikis). Tidak ada hukuman fisik, tidak ada bentakan, maupun ucapan-ucapan yang merendahkan anak.
Keenam, melatih dan membiasakan murid untuk melakukan asesmen diri (self asesmen), asesmen antar teman (peer assessment), refleksi diri dan pemberian umpan balik antar teman (peer feedback).
Guru perlu memberikan kesempatan kepada murid untuk menilai hasil karya sendiri atau bersama dengan teman sebaya dalam setiap pembelajaran. Berikan kesempatan kepada teman sebangkunya untuk melakukan koreksi atas pekerjaan teman lainnya. Dorong murid untuk memberikan masukkan atau saran yang positif, tanpa merendahkan kemampuan lainnya. Sehingga alih-alih merasa disalahkan, umpan balik akan menjadi motivasi yang berharga dan mudah dipahami, karena disampaikan oleh teman sebayanya.
Ketujuh, Apresiasi atau pesan, atau umpan balik yang tepat berpengaruh kepada motivasi belajar murid. Pemberian umpan balik dilakukan dengan mendeskripsikan usaha terbaik untuk menstimulasi pola pikir bertumbuh, memotivasi murid dan membangun kesadaran pemangku kepentingan, bahwa proses pencapaian tujuan pembelajaran lebih diutamakan dibandingkan dengan hasil akhir.
Guru perlu memahami dan percaya, bahwa selalu ada sisi terbaik dari karya yang dihasilkan murid. Sehingga, guru perlu memperhatikan sisi terbaik tersebut terlebih dahulu, dan perlu menyampaikannya kepada murid sebelum mengoreksi kesalahan hasil belajar murid. Guru juga perlu mengingat bahwa kemapuan murid untuk belajarlah yang harus dijaga, bukan hanya semata hasil belajarnya saat itu. Sehingga kemampuan murid akan terus tumbuh seiring berjalannya waktu.
Sama halnya dengan murid. Guru juga memiliki kemampuan dan peluang untuk terus belajar dan bertumbuh. Pengembangan diri yang dilakukan oleh guru, diharapkan mampu mendorong guru untuk menciptakan pembelajaran yang membantu murid untuk terus tumbuh dan berkembang. Untuk mencapai pembelajaran seperti itu, guru perlu memberikan umpan balik yang bermakna terhadap asesmen yang dilakukan.
Sumber Rujukan:
Dweck, C.S. (2016).
Mindset: The new psychology of success. New York: Random House.
Sawitri, N. L. P. D.
(2017). Memberikan pujian yang tepat menurut growth mindset. Adi
Widya: Jurnal Pendidikan Dasar, 2(2), 51-60.
***
Mohon berkenan menuliskan komentar pada kolom komentar di bawah artikel ini!
Oleh: Yusep Kurniawan
Bagus sekali, sangat jelas penjelasannya
ReplyDeleteTulisan ringan dibaca, kontennya sangat jelas dan mudan di pahami.
ReplyDeleteTerima kasih kpd pak Yusep,,,saya sudah membaca dan memahami,,,bisa menjadi pedoman dalam pendekatan psychologi bimbingan dan belajar kepada anak didik ( Ali Santosa, S.Pd )
ReplyDeleteTerima kasih pak Yusep atas ilmu yang disajikan. ini sangat menarik dan dapat dipahami dengan jelas (warkino-karangkemojing)
ReplyDeleteKontennya sangat jelas dan mudan di pahami.
ReplyDeleteTerima kasih kepada Pak Yusep kurniawan, M.Pd.Bagus sekali,Tulisanya simpel dan mudah dipahami (Slamet Fya)
ReplyDeletePaparan yang disampaikan sungguh bermanfaat bagi saya. Pemahaman tentang menumbuhkan pola pikir dikemas melalui formula yang terarah dan runtut. Ini bisa menjadi rujukan dan bahan refleksi bagi guru yang biasanya cendurung menyalahkan kebijakan baru dan murid bilamana menemui kesulitan dalam menjalankan tugas pokok.
ReplyDeleteTerimakasih Pak Yusep tulisannya mudah dipahami. Dengan pengetahuan tentang Growth mindset bisa menjadi bekal kita dalam mendidik anak-anak.
ReplyDeleteLuar biasa pak Yusep sangat bermanfaat & menginspirasi, semangat lanjutkan 👍
ReplyDeleteKeren sangat menginspirasi, konsepnya jelas dan mudah dipahami. Suksesi selalu pak Yusep.
ReplyDelete